Assalamu'alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmaanirrahiim
Dulu pernah ada teman yang bilang, "iiih gue sih kalau disuruh milih antara bebenah rumah berantakan sama urus anak, gue milih bebenah"
Saat itu, dimana saya belum ada Fikri, dalam hati bergumam, "iih kok gitu bilangnya? ga sayang apa ya sama anaknya?"
Dan saat punya Fikri pun, saya masih berpendapat seperti itu kalau ada yg berkomentar sama.
Tapi setelah punya Firhan. Subhanallah.. rasanya saya juga akan berkomentar seperti itu.
Bagaimana tidak...
Saat punya Fikri saya masih bekerja. Fikri mba yang asuh. Sebelum pergi kerja, Fikri sudah bangun. Paling main-main sebentar atau mandiin dulu dan ajak keliling komplek, lalu serahkan Fikri ke mba.
Pulang kerja, saya terima beres. Fikri sudah ganteng, walau kadang saya yg mandikan. Tapi kalau lagi oveload kerjaan, ya sudah dimandikan. Paling saya hanya terima laporan-laporan tentang Fikri. Dan 2 jam waktu bermain bersama, lalu Fikri tidur bareng saya.
Lelahnya hanya di Sabtu Minggu dan itu tidak berasa karena ada art. Sabtu pun kadang terpaksa saya tinggal jika di sekolah ada acara.
Begitu punya Firhan. Saya melihat sedetail apapun perkembangan dia. Yg mulai merangkak, tengkurep telentang, duduk, berdiri dan merambat. Setiap suapan nasi saya yg buat. Kalaupun sama art, detail campurannya saya yang buat. Masuk kedalam mulut pun saya yg suapin. Dan saya merasakan bagaimana berlari mengejar Firhan yg sudah cepat merangkak menuju tempat2 kotor atau berbahaya. Art ada hanya sekedar membantu pekerjaan rumah dan sesekali suapin kalau saya merasa kecapean dan ga enak badan.
Dan itu luar buasa capeknya. Lebay ya.. hehe.. nggak kok memang itu kenyataannya. Belum lagi jika dia sakit. Saya harus gendong seharian krn rewel nggak mau ditaruh di lantai.
Kalau ada yg bilang, "loh jaga anak kan enak. Kalau anak tidur ya ikutan tidur. Dibanding kita yang kantoran ga ada waktu untuk tidur."
Harusnya sih iya. Tapi entah kenapa saya justru nggak bisa ikutan tidur. Saya kadang mengerjakan pekerjaan rumah atau membersihkan tempat main Firhan. Karena jam 11 art sudah pulang.
Kini saya bisa paham, kenapa teman saya berkomentar seperti itu.
Bukan berarti kita tidak sayang dengan anak kita. Itu 2 hal yang berbeda. Ucapan teman itu adalah mengukur kelelahan kita, bukan rasa sayang kita terhadap anak.
Itu sebabnya saya salut sama ibu yang memiliki anak lebih dari 3 dengan jarak lahir dekat-dekat. Masya Allah super sekali. Wajar jika Rasulullah menyuruh kita menghargai ibu 3x baru bapak.
Semoga Allah berikan pahala bagi para ibu dimana pun yang sangat ikhlas dalam merawat anak-anaknya. Aamiin.
Post a Comment
Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya unknown langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^