Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu'alaikum w.w.
Mempunyai anak yang memasuki usia remaja itu harus banyak sekali titip-titip nasehat. Saya, bukan termasuk ibu yang ceramah panjang kali lebar untuk menasehati anak. Biasanya saya selalu menyisipkan nasehat dikala sedang asyik main berdua atau asyik nonton berdua liat yang viral-viral di sosmed. Malah terkadang saya bertingkah seperti layaknya mereka. Jadi ya selama ini, saya sama anak-anak berusaha seperti teman sebayanya. Tanpa pencitraan bahwa yang namanya orangtua kudu wibawa dan jaim didepan mereka. No, saya dan Pak Suami berusaha menjadi orangtua tanpa kepura-puraan.
Fase Mendidik Anak Tanpa Kepura-Puraan Dalam Islam
Ilmu mendidik anak dengan tidak jaim dan berpura-pura itu, saya dapatkan disaat saya menjadi seorang guru. Dan ilmu tersebut sejalan dengan ilmu yang diajarkan Khalifah Ali bin Abu Thalib. Beliau mengajarkan bahwa ada 4 fase usia dalam mendidik anak tanpa kepura-puraan, yaitu :Fase usia 0 – 7 tahun (Jadikan anak sebagai Raja)
Yang namanya Raja, segala kebutuhannya harus yang terbaik. Begitupun disaat memberi masukkan atau nasehat, kita harus sopan dan lemah lembut. Coba bayangin ada nggak yang berani nasehatin Raja dengan marah-marah atau nada tinggi? Bagus kalau hanya dipenjara, kadang Raja kalau sudah kesal, kelar deh hidup kita.Memperlakukan anak sebagai Raja di usia tersebut menurut saya adalah hal yang wajar. Sebab di usia 0 – 7 tahun, anak belum bisa mandiri. Mereka masih membutuhkan bantuan orang lain, terutama dari orang tuanya. Apa yang mereka inginkan menjadi sebuah perintah dan orang-orang dewasa disekeliling anak yang melaksanakannya tanpa tedeng aling-aling.
Mendidik Adek Fi di usia 0-7 tahun tanpa kepura-puraan |
Begitupun dengan karakternya. Diusia tersebut, mereka menjadi peniru-peniru ulung. Apa yang mereka lihat maka itulah yang mereka rekam dan lakukan sehari-hari. Karena segala tingkah saya ditiru oleh anak-anak, saya pun berusaha menjaga segala yang saya lakukan. Saya juga tak segan minta maaf jika memang apa yang saya lakukan salah.
Itu benar terbukti loh dengan apa yang saya lakukan ke Adek Fi, pasti Adek Fi tiru dengan baik. Seperti saat Adek Fi menangis, saya sering memeluk dan mengusap airmatanya sambil berkata, "udah cup.. jangan nangis yaa.. kan ada Ummi disini". Dan ketika saya sedang menangis, kebetulan dia lihat, dia menghampiri saya sambil mengusap mata saya dengan lembut dan berkata, "jangan nangis, Ummi" lalu dengan ekspresi yang sedih juga dia memeluk saya. So sweet.. ^_^
Fase usia 8 - 14 tahun. (Jadikan anak sebagai tawanan).
Diusia ini kita mulai bertidak tegas tanpa basa-basi. Kita harus tega untuk berkata tidak bagi hal buruk yang akan dilakukan anak. Begitupun sebaliknya. Ingat tegas yaa bukan galak dan kasar, karena tegas tidak selalu dengan kekerasan atau bersuara keras.Pada fase usia ini ada reward dan punishment untuk anak. Tentunya reward dan punishment ini dalam bentuk hal yang mendidik. Hal tersebut sudah dicontohkan sejak jaman Rasulullah. Rasulullah berkata dengan tegas bahwa:
"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka."Jadi jelas ketegasan bermain disini tanpa basa basi. Dengan begitu, secara tidak langsung, kita sudah mendidik rasa tanggung jawab pada diri anak. Mereka mulai belajar memilah apa-apa yang harus mereka lakukan atau hindari.
(Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247)
Usia 15 - 21 tahun. (Jadikan anak sebagai sahabat terbaik).
Diusia ini anak mulai mencari jati dirinya. Ia mulai menjadi follower bagi teman-temannya. Bagi mereka teman nomor 1 mengalahkan ketenaran orangtua. Disinilah kenapa orangtua berperan sebagai sahabatnya.Dengan menjadikan anak sebagai sahabat, akan menumbuhkan kepercayaan anak kepada orangtua dan rasa percaya diri yang tinggi pada diri anak. Menjadikan mereka sahabat itu memudahkan orangtua untuk menyisipkan nasehat-nasehat terbaik, tanpa harus ada pencitraan seperti yang saya tulis diatas.
Pada fase usia innilah kita juga bisa mengajarkan mereka bagaimana menjalani hidup bahagia tanpa kepura-puran. Karena, dimasa-masa ini adalah masa anak rentan akan stress. Apalagi era digital dan media sosial, yang membuat anak lebih suka mencari rasa ingin tahu mereka lewat dunia maya.
5 Tips Mendidik Anak Hidup Bahagia Tanpa Kepura-Puraan
Dalam mendidik anak agar hidup bahagia, saya dan Pak Suami mempunyai cara tersendiri. Kami berusaha mengambil yang terbaik dari didikan orangtua kami dengan memadukan ke kondisi anak-anak saat ini. Iyalah ya.. kami masih mengambil ilmu parenting dari Khalifah Ali, yaitu Didiklah anak-anakmu sesuai jamannya, karena mereka hidup bukan dijamanmu.Itu sebabnya saya mengajarkan 5 tips berikut ini :
1. Jalani hidup apa adanya (Be Your Self)
Abang Fi ini sejak SD senang sekali melihat transportasi dan hidup mewah yang ditampilkan para youtuber atau vlogger. Seperti tontonan youtuber yang mereview mobil mewah, dll.Setiap kali menonton itu, ia selalu bilang ke saya, “Enak ya, Mi mereka hidupnya”. Enak yang dimaksud Abang Fi disini adalah bahagia hidup seperti itu.
Saya hanya membalasnya dengan senyum dan berkata, “belum tentu, Bang mereka hidup enak. Hidup enak dan bahagia itu tidak selamanya diukur dengan materi. Kita kan nggak tau dibalik tayangan yang mereka buat itu bagaimana? Terkadang menurut kita bahagia, belum tentu dengan mereka.”
jalani hidup apa adanya tanpa kepura-puraan |
Yes, ukuran bahagia seseorang belum tentu sama dengan bahagia menurut versi kita. Manusia itu unik. Allah menciptakannya dengan keragaman karakter, bahkan anak kembar identik sekalipun mempunyai karakter yang berbeda. Itu sebabnya kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk ikut bahagia sesuai versi kita.
Yang lebih tepat saya ajarkan ke anak-anak, jadilah diri sendiri. Ikuti kata hatimu. Jangan menjadi follower mereka. Kalau bisa sih ciptakan hal baru. Tapi jika mau menirupun tak apa, tetap kenyamanannya sesuai dengan ukuran kenyamanan dari diri kita sendiri, bukan orang yang kita tiru.
2. Berlatih jujur tanpa kepura-puraan.
Sejak kecil, saya dididik oleh orangtua saya untuk selalu jujur tanpa kepura-puraan. Walau sakit kejujuran itu, lebih baik daripada berbohong. Saya ingat betul bagaimana almarhumah mama menasehati saya dengan kalimat berulang-ulang tentang kejujuran. Kalimat yang sering mama ucapkan, “Kamu itu tidak akan pernah bisa berbohong, karena Allah maha tau. Allah tidak tidur dan Ia lihat apa yang kamu lakukan dimanapun tempatnya, bahkan tempat tersembunyi menurut kamu. Kamu mungkin menganggap sukses membohongi mama saat ini, tapi suatu saat Allah yang akan membisikkan ke mama semua kebohongan kamu itu.”Dan bener loooh, setiap kali saya mencoba berbohong, Mama pasti tau. Sehingga saya berusaha untuk tidak berbohong sekecil apapun kepada mama, juga kepada orang lain. Saya dulu sempat kagum, kok bisa ya mama tau saya berbohong? Ternyata setelah saya menjadi guru dan orangtua, saya paham mengapa mama bisa tau kebohongan yang saya lakukan.
Orang yang berbohong itu tidak bisa hidup tanpa kepura-puraan. Mereka bisa terlihat dari gesture tubuhnya. Baik itu dari ekspresi wajah ataupun gerak tubuh lainnya. Gestur tubuh pembohong itu akan terlihat secara alami. Walaupun orang tersebut sudah terlalu sering berbohong.
Itu sebabnya saya pun mengatakan hal serupa ke anak-anak saya. Bahkan saya tambahkan bahwa sekali mereka berbohong, maka akan tercipta kebohongan-kebohongan berikutnya. Yang semula dosa kecil maka akan menumpuk menjadi dosa yang besar. Efeknya kita akan tersiksa dengan kebohongan kita ciptakan. Bahagia? Sudah tau yaa jawabannya ^_^
3. Selalu berpikir positif
Banyak sekali artikel-artikel Kesehatan yang mengatakan bahwa kesehatan dalam tubuh kita itu berawal dari pikiran. Menurut sebuah studi pada majalah New York Times tahun 2003 mengatakan bahwa jika kita berpikir negatif dapat melemahkan respon kekebalan tubuh terhadap flu. Ini karena adanya aktivitas listrik yang besar di bagian otak ketika saat berpikir negatif, sehingga hal itu dapat melemahkan respon imun terhadap flu yang diukur dengan antibodi mereka. Wah, moment wabah corona begini berarti kta harus banyak-banyak berpikir positif yaa.Contoh yang almarhumah mama berikan ketika kita hendak bersedekah kepada pengamen jalanan. Jika kita berpikir negatif pasti akan terlintas “ah, paling duitnya dipakai mabok sama beli rokok atau siapa tau dia orang kaya di kampungnya. Ngapain ngasih sedekah ke orang tersebut.”
Tapi orang yang berpikiran positif akan menepis hal tersebut. Mama selalu bilang, “yang penting niat kita sudah baik dan positif, perihal dibelakang dia menggunakan hal-hal buruk ya urusan dia sama Allah.”
Berpikir positif secara tidak langsung memberikan aura positif juga di tubuh kita dan menimbulkan bahagia dengan sendirinya tanpa kepura-puraan. Itu yang selalu saya bilang ke Abang.
4. Pilih teman dan lingkungan yang sekufu tanpa modus
Teman itu sangat berpengaruh banget untuk pembentukan karakter kita. Itu sebabnya almarhumah mama mengajarkan saya untuk pilah pilih teman. Pilah pilih teman disini maksudnya, bukan pilih yang buruk, namun pilih yang bisa mengajak kita kedalam kebaikan.Teman yang benar murni ingin berteman, yang mempunyai hobi dan kesenangan yang sama, serta saling mensupprot dalam kebaikan. Bukan teman yang mempunyai maksud tertentu. Teman tanpa modus. Karena teman yang memiliki maksud tertentu biasanya tidak akan lama. Yang ada bukan bahagia, tapi capek sendiri.
Biasanya jika kita berkumpul dengan orang-orang satu pemikiran, satu kesenangan dan satu hati, maka kita akan menjalani pertemanan itu dengan bahagia. Kalau dalam Islam sebutnya sekufu.
Saya sering menasehati Abang jika ada temannya yang buruk dan mengajak-ajak Abang melakukan hal buruk tersebut, jangan diikuti. Saya sampai mencontohkan dengan bahasa yang mudah ia pahami, seperti, “Kalau teman abang ajakin masuk ke dalam comberan, emang abang mau ikut?” Bersyukur, ia mudah paham.
6. Jadikan tujuan akhir hanya untuk Allah.
Kita hidup itu pastinya sudah punya tujuan akhirnya. Apapun bentuk tujuan akhir hidup kita jadikan Allah sebagai ending tujuannya. Kenapa harus begitu? Karena Allah yang menciptakan kita. Allah yang maha tau kemampuan kita dalam menghadapi masalah hidup. Maka jika kita jadikan Allah sebagai tujuan akhir, kebahagiaan lah yang akan kita dapat.Allah akan selalu menjadi pelindung kita dalam setiap kesusahan kita di dunia, jika kita apa-apa selalu ingatnya ke Allah. Ilmu tauhid ini sudah saya tanamkan sejak balita ke anak-anak saya. Jadi saya selalu menekankan agar mereka hanya takut dan bergantung sama Allah, maka kebahagian dan ketenangan hati akan tercipta dengan sendirinya tanpa kepura-puraan.
Hidup Bahagia Tanpa Kepura-puraan di Era Digital dan Sosial Media
Dengan memberikan bekal 5 tips hidup bahagia tanpa kepura-puraan, saya sudah agak sedikit tenang dikala ia meluangkan waktunya dengan bersosial media bersama teman-temannya. Apalagi masa-masa wabah begini, dimana Abang harus banyak berdiam diri di rumah. Tidak di pesantren dulu.Saya sih tidak melarang dia untuk bersosial media dengan teman-temannya, tapi saya tidak melepasnya begitu saja. Syarat utama yang harus dia patuhi, dia harus tahu jam-jam kapan dia memegang gadget dan pastinya no password buat gadget dia. Kalaupun pakai password saya wajib tau.
Cuma yaa resikonya dengan adanya Abang di rumah plus suami yang juga menjalankan WFH, saya harus rela kuota terkuras banyak. Belum lagi kalau si kecil ikutan mau nonton youtube.
Untungnya dirumah saya mendapat dukungan internet dari IM3 Ooredoo. Selain jangkauannya yang stabil di wilayah rumah, paketnya yang simpel hadir dengan harga terjangkau.
Freedom Internet 25 GB jadi pilihan saat ini karena benefitnya tanpa syarat dan ketentuan dan tanpa kepura-puraan. Nggak ada tuh dibatas-batasi waktu. Bebas pakai kuota jam berapa saja dan yang paling saya suka pakai freedom internet nggak motong pulsa kita kalau kuota habis. Jadi pulsa tetap aman (pulsa save).
Tuh, paket freedom internet IM3 Ooredoo saja mengajarkan kita untuk mendapatkan kuota tanpa syarat, tanpa modus, tanpa tipu-tipu dan pastinya tanpa kepura-puraan. Masa kita yang mahluk hidup berupaya hidup bersandiwara?
Nah, duhai orangtua dan calon orangtua, tanamkan sejak dini dan beri contoh baik bahwa hidup bahagia tanpa kepura-puraan. Dan 5 tips diatas bisa menjadi awal mencoba dilakukan ke anak-anak kita minimal diri kita sendiri.
Wassalam
Kalau diikuti semua ini, kita hidupnya tulus, tanpa kepura-puraan. Anak-anak perlu diajar sejak dini memang supaya gak mudah halu kelak.
ReplyDeleteBerlatih jujur tanpa pura-pura berlaku di mana aja ya mbak baik mendidik anak maupun di dunia medsos, tapi pastinya dengan batasan ya kalau di dunia maya jangan semua dishare. nah selama WFN emanv harus punya kuota besar dan gak pakai syarat kuota malam segala
ReplyDeleteAduh pengen banget membersamai anak dengan bahagia agar anak-anak dibesarkan dengan rasa bahagia. Tapi terkadang pekerjaan mengerjakan pekerjaan rumah dan lain-lain membuat kita sudah kelelahan dan akhirnya membersamai anak seringnya dengan sisa tenaga dan mood yang kurang baik huhuhu ðŸ˜. Keren ya mba indosat im3ooredoo ini mengajarkan kita untuk menikmati hidup kita apa adanya. Lepaskan semua kegundahan itu
ReplyDeleteYap! Jalani hidup apa adanya.
ReplyDeleteMendidik anak juga begitu ya.
Berupaya maksimal emang penting, tapi kata kuncinya adalah:
Just be the best version of yourself!
Anak-anakku usianya sudah di rentang usia 15-21 th, berarti anak dijadikan sahabat ya. Memang beda mendampingi anak usia remaja dengan saat masih anak-anak. Dan sebagai orang tua aku masih harus banyak belajar lagi. Makasih buat tipsnya mbak.
ReplyDeleteEra digital ini memang godaannya lumayan banget. Apalagi kalau eksis di medsos. Banyak yang akhirnya terjerumus menampilkan sesuatu yang sebetulnya bukan dirinya. Makanya memang sejak kecil harus diajarkan untuk mencintai diri sendiri apa adanya
ReplyDeleteSetuju nih sama tulisannya, mengajarkan anak untuk hidup apa adanya itu lebih penting agar mereka terus jujur seperti apa adanya. MAkanya aku terus berusaha agar medsosku juga sama dengan apa yang aku jalani jadi tidak ada kepura-puraan di medsos
ReplyDeletePenting banget nih mendidik anak hidup bahagia tanpa kepura-puraan ini. Apalagi di zama sosmed di mana orang bisa jadi siapa saja untuk menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. Godaan utk tampil keren dibalik topeng kepalsuan sangat besar banget!
ReplyDeleteNgeri sekali ya kalau anak-anak tumbuh dalam kepura-puraan. Karena dicekokin dari kecil pasti dia tak bisa membedakan mana yang real dan mana yang pura-pura. Semoga para ibu yang membaca tips-tips di atas mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari
ReplyDeleteTerima kasih tipsnya. Banyak sih ortu yang sering pura-pura padahal harusnya belajar apa adanya sejak kecil. Harus tahu kondisi ortu dan lainnya
ReplyDeleteera teknologi saat ini dimana panggung buat menunjukkan kebisaan seseorang sangatlah mudah membuat masing-masing berlomba-lomba buat nunjukkin dirinya dengan kemasan semenarik mungkin. hanya saking inginnya dianggap atau dilirik oleh followers jadi rela melakukan hal apapun. makin viral meski harus menggunakan topeng makin dilakukan
ReplyDeleteAku sekarang sedang ada di fase mendidik anak usia 8 -14 tahun. Beneran mendidik anak usia seumuran segini harus tegas kalau nggak anaknya ngebandel terus. Awal-awal anakku suka bilang bunda marah-marah, terus aku terangin kalau menasihati dengan tegas itu beda dengan memarahi jadi dia sudah tahu sekarang mana saat aku menasihati mana saat aku memarahi :D
ReplyDeletemakasih tipsnya mbaa...seringkali karena tuntutan sosial yang ngga penting kita malah mengabaikan kebahagiaan diri sendiri untuk hidup apa adanya
ReplyDeleteBener banget main sosmed harusnya bijak dan hati2 ya mbak apalagi dalam mendidik anak
ReplyDeletePR banget ini memang mendidik anak agar jadi diri sendiri, jujur, apa adanya dan yang pasti baik hati. Hal yang harus kita upayakan bahkan sejak dalam kandungan. Mudah2an anak kita semua jadi pribadi seperti itu ya mbak, thanks sudah mengingatkan ❤
ReplyDeleteBahagia tanpa kepura-puraan..reminder ini, karena kalau orangtua meneladani Insya Allah akan mengikuti. Berbeda jika ortu malah berpura-pura, penuh pencitraan, mengejar haya hidup dan lainnya enggak heran anak pun nanti akan smaa. Ini pengingat bagi semua orang tua ya..
ReplyDeleteBener banget mba Ade untuk mndidik anak tentu kita orangtuanya harus Jalani hidup apa adanya/Be Your Self kyknya itu bagian terpenting agar anak tumbuh kmbang Juga Tanpa kpura2an
ReplyDeleteSemoga kita menjadi orang tua yang selalu sayang tulus pada anak ya mba. Ini nih si kakak masuk masa tawanan ampun dah
ReplyDeleteKoneng koneng :D
ReplyDeleteBener hidup dengan kepura2an itu rasanya gak nyaman ya mbak, menciptakan satu kebohongan demi kebohongan, malah gak tenang jdnya. JD sebaiknya ya hidup aja apa adanya.Dan sbg ortu kudu kasi contoh yg bener buat anak ya.
Bener banget sih, jaman sekarang ini memang tantangan banget untuk bisa hidup apa adanya. Ndak semua orang mampu karena tuntutan lingkungan. Apalagi anak-anak, ahrus dididik sejak dini mungkin.
ReplyDeleteSejak kecil aku pun diajarkan untuk hidup apa adanya. Tapi sering banget ortu masih menganggap hidup yang bahagian itu kalau punya banyak uang. Haha. Dan ini menjadi PR bagi diri sendiri, bagaiamana mengajarkan ke anak untuk melihat dari perspektif yang berbeda. Bahwa materi itu bukan segalanya. Yang paling penting sekarang adalah menjadi diri sendiri dan percaya diri dengan semua yang kita miliki.
ReplyDeleteSuka banget tips tahapan perkembangan anak dalam Islam ini, aku pun terus belajar memahami anak yang sudah mulai ABG terutama dalam mengendalikan emosinya.
ReplyDeleteapa adanya biar hidup tenang jangan kebalik jadi ada apanya, apalagi sekarang media jadi ajang pamer, btw thanks yaa tips parentingnya, aku kadang suka terpancing emosi saat ank tantrum
ReplyDeleteMengajari anak-anak sejak kecil tanpa kepura-puraan itu penting karena nantinya akan terus terbawa hingga dewasa. Adek Fi bikin gemes banget sih, usianya berapa mba?
ReplyDeleteSelalu berpikir positif ya mbak dalam mendidik anak, terus kuncinya emang sabar sih. Btw, selalu ditanamkan untuk hidup apa adanya dari orang tua :)
ReplyDeletehiks jadi ingat waktu anak anak masih balita
ReplyDeleteTerasa panjang, tapi cepat berlalu
Sekarang waktunnya berantem dan berdiskusi :D
Anak saya masih kecil-kecil sih, belum berpikir untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Namun, saya dan suami dari sekarang mencoba untuk memberi contoh saja sih ke anak2, untuk hidup apa adanya, salah satunya dengan enggak mengedepankan materi dan hidup penuh syukur.
ReplyDeleteSeandainya semua orang tua menerapkan hal yang sama, pasti banyak anak yang tumbuh dengan optimal dan bahagia. Seringkali orang tua merasa lelah bekerja, tekanan ekonomi dan masalah lainnya yg dihadapi membuat lupa bagaimana harus memperlakukan dan mendidik anak dengan baik.. saya sangat setuju, bahwa tiap-tiap manusia itu unik dan memiliki karakternya masing-masing, khususnya anak. Mereka boleh berkompetisi mencapai sesuatu dlm hal positif tapi juga jangan melupakan untuk berbahagia ❤️
ReplyDeleteMendidik anak memang ada tuntunannya sesuai ajaran Islam. Saya masih di fase pertama, soalnya anak masih usia 4 tahun. Saya suka deh lihat foto keluarganya kompak banget dan cerah dengan warna kuning. Usia anaknya berapa tahun, Mbak?
ReplyDeleteYa...ampun Abang Fi..lucu banget sih
ReplyDeleteMenjadi orang tua tentu menjadi sebuah tantangan tapi juga menyenangkan karena Setiap fase pertumbuhan anak selalu memiliki keunikan tersendiri untuk menyikapi nya.
Yang penting harus jujur dan apa adanya tanpa perlu kepura-puraan
Tiap fase perkembangan seorang anak harus peka diketahui orangtuanya ya. Biar tidak salah dalam mendidik dan tahu apa yg harus dilakukan
ReplyDelete