Bimillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum w.w.
Saya ingat betul dulu waktu pertama kali mempunyai Abang Fi itu drama banget. Di tahun 2006, informasi tidak semudah seperti saat ini. Internet belum sebegitu familiar seperti sekarang. Jadi disaat baru melahirkan, saya sempat panik. Air susu saya tidak keluar. Tapi waktu itu saya tetap menyusui. Saya pede saja kalau air susu saya keluar lancar.
Namun, kepedan saya itu salah banget. Abang Fi sih memang terlihat menghisap terus, tapi begitu pertama kali setelah lahiran, billurubin Abang Fi tinggi hingga 18. Padahal normalnya itu dibawah 10.
Begitu melihat hasil lab, dokter Sony, dokter anak Abang Fi waktu itu, menyarankan untuk merawat inap Abang Fi. Huhuhuhu.. saya langsung nangis bombay. Bagaimana tidak, anak yang 4 tahun lamanya dinanti, baru lahir langsung rawat inap.
Baca juga : cara untuk mendapatkan keturunan
Udah gitu rawat inap anak yang terkena billurubin bukan seperti rawat inap biasa. Harus masuk ruang khusus bayi dan masuk inkubator yang memiliki double blue light. Itu berarti saya tidak bisa menemani Abang Fi selama di rumah sakit.
Diagnosa dokter yang membuat Abang Fi terkena billurubin tinggi salah satunya adalah kurang minum. Untungnya lingkungan saya tidak menyalahkan saya abcdef tentang ASI. Malah suami ikut menyakinkan dan menguatkan saya bahwa ASI saya banyak kok, “Kalau nggak percaya yuk kita pompa untuk membuktikan.” Begitu saran beliau.
Saya pun memompa ASI saya, karena suster yang jaga menyarankan untuk memompa dan menyetor setiap hari hasil asi yang dipompa. Ketika di pompa saya hanya mendapatkan 60ml untuk 1 payudara.
Lagi-lagi saya sedih, karena saat itu saya merasa dapat dikit sekali. Walau suami sudah menguatkan, “Loh, ini ada kaan? Apa yang disedihkan lagi?” Tapi tetap saja saya sedih. Hingga akhirnya ada kakak ipar saya yang menginap saat itu mengatakan, “Adee.. ini banyak loooh. Waktu Mba Arum dipompa hanya mentok 10ml. Sudah nggak usah sedih. Nanti kalau sedih ASInya justru jadi berkurang.”
Mendengar ucapan kakak ipar saya, saya jadi optimis lagi untuk memompa ASI sebanyak-banyaknya. ASI yang saya pompa, saya antar ke rumah sakit 2x sehari. Bersyukur rumah sakitnya dekat, jadi saya bisa bolak balik kesana semau-maunya saya. Alhamdulillah nggak pakai lama nginap di rumah sakitnya, Abang Fi sudah dinyatakn sehat.
Beda lagi dengan cerita Adek Fi. Ilmu menyusui sudah banyak saya dapat. Percaya diri saya tinggi. Saya nggak peduli dengan omongan orang yang abcdef tentang susu. Jarak 10 tahun, cukup bagi saya untuk mendapatkan ilmu tentang anak. Ditambah pengalaman dari mengasuh Abang Fi selama 10 tahun itu.
Drama ASI justru terjadi pada teman sekamar saya. Suster meminta permohonan ijin dengan memberikan surat pernyataan untuk mengkonsumsi susu formula pada adek bayi. Karena adek bayinya sepanjang di ruang bayi tidak bab atau bak sama sekali. Itupun saya tahu dari suster yang membantu mengasuh Adek Fi di ruang perawatan bayi. Menurut suster Adek Fi, indikasi ASI keluar dan diminum bayi bisa dilihat sepanjang di ruang bayi ada bab dan bak. Alhamdulillah Adek Fi lancar proses bab dan bak-nya.